Duuhh.. Ojol!


Jaman dulu - yakni jaman dimana kalau kita denger kata "cupang" itu bayangannya masih ke ikan, bukan ke warna merah, transportasi jarak dekat masih didominasi sama angkot, ojek pangkalan dan odong-odong. Sekarang.. beda lagi, dimana transportasi sudah terimbas oleh penetrasi digital, menjadikan angkutan berbasis online banyak ditemui keberadaannya.. bahkan tak jarang juga sampai 'mengganggu', terutama kalau udah pada ngumpul di trotoar - meski tak dipungkiri, mereka sangat membantu kita untuk lebih mobile.

Meeting sama klien? Tinggal order.
Janjian sama gebetan? Tinggal order.
Nagih cicilan termos? Tinggal order.
Semua jadi mudah berkat adanya pasukan jaket ijo tersebut.

Biarpun di awal kehadirannya angkutan berbahan bakar kuota internet ini banyak dimusuhin, khususnya sama abang-abang ojek pangkalan dan sopir angkot bringas yang kalo sama istrinya padahal takut setengah mampus, tapi yang namanya ekspansi teknologi emang mau gak mau bakal dirasakan oleh semakin banyak pihak, baik itu mereka yang emang suka sama teknologi atau yang kepaksa ngikutin teknologi karena terdesak kebutuhan.

Merasa dimudahkan, jumlah end user transportasi online pun kian melonjak tajam, setajam silet.
Dari hitungan data statistik dua pemain utama transport online, Gojek dan Grab, jumlah pengguna mereka sekarang sudah mencapai angka puluhan juta. Pengguna aktif Gojek sudah di angka 22 juta / bulan, sementara Grab punya sekitar 18 juta pengguna aktif / bulan. Artinya, growth index jasa ojol provider tersebut sangat masif, dengan rata-rata tingkat kepuasan mencapai lebih dari 70%.

Sayangnya, meski dari sisi access providing keberadaan mereka sangat membantu, namun bertambahnya angka mitra driver Gojek dan Grab ternyata membawa dampak yang gak selalu baik. Karena, tidak semua driver memiliki attitude yang mengenakkan buat kita (sebagai konsumen) ketika mereka berada di jalan.
Edukasi internal dari masing-masing brand terhadap mitranya mungkin sudah maksimal, tapi itu gak menjamin kalau proses tersebut akan berdampak secara psikologis. Contohnya, masih banyak kok kita temui driver yang suka melanggar rambu lalu lintas. Lampu merah dihajar.. Pas macet naik ke trotoar.. Berhenti menunggu lampu merah di sisi kiri jalan, sehingga menyulitkan mereka yang mau belok kiri langsung.. Belum lagi tadi, suka ngumpul di trotoar sehingga para pejalan kaki harus melipir ke body jalan untuk bisa lewat (contohnya bisa diliat di sekitaran Stasiun Cawang - di trotoar yang berada tepat di atasnya).. Atau beberapa contoh di daerah lainnya.

Meski sebenernya cuma segelintir aja dari para pengemudi ojek online tersebut yang membuat kita jadi berpikiran jelek, tapi tetep aja.. khawatirnya itu akan mengeneralisasi positioning mereka.
Jadi, sebaiknya, eduaksi yang lebih indepth harus dilakukan oleh masing-masing app provider agar keberadaan mereka yang sudah sedemikian ngebantu, jadi makin baik di mata kita sebagai konsumen. Baik itu Grab, Gojek, Anterin, Boncengin, Halalin, atau siapapun stakeholders yang berkepentingan dalam urusan attitude di jalanan, cobalah untuk memahami kita sebagai masyarakat pada umumnya. Karena kalo bukan kalian yang mau memahami kita, siapa lagi yang maooo..??
Seiring dengan itu, baik Gojek, Grab atau apapun.. tetap jaga kualitas layanan, gak cuma buat pelanggan, tapi buat masyarakat pada umumnya.

By the way, kamu sendiri suka make apa? Gojek atau Grab?
Bagikan Ke Orang Lain :

Kamu Pasti Suka Ini Juga!